You need to enable javaScript to run this app.

Tofi (Perburuan Bintang Sirius)

  • Selasa, 03 Oktober 2023
  • Administrator
  • 0 komentar
Tofi (Perburuan Bintang Sirius)

Dari balik panggung, Rahul mengintip sebentar, lalu memberi isyarat pada teman-temannya bahwa giliran mereka hampir tiba. Marchia berdiri dengan kaki gemetar melihat tirai panjang tersebut, seolah warna merahnya yang pekat sungguh mengancamnya. Untunglah Billy langsung mendapati kehilangan keyakinan yang diderita oleh adik sahabatnya itu.


“Chia apa kau membutuhkan waktu lagi?” tanyanya ramah seperti seorang dokter yang membujuk pasien kecilnya untuk mau disuntik.


“A...aku...,” Marchia meremas-remas kepalan tangannya, perutnya mendadak seperti diaduk-aduk, sementara Billy menepuk-nepuk pundak gadis yang rambutnya dalam kondisi yang sangat  basah.


“Jangan kuatir, kau hanya gugup.”


”Tapi bagaimana kalau arangnya kepanasan? Kakiku akan terpanggang seperti sate!” siswi kelas 7 itu nyaris berteriak, dan kalimat itu bukannya membuat arang membara yang terhampar di panggung bertambah panas, tetapi justru menyulut emosi kakaknya.


”Apa kau lupa arang kita itu spesial? Dan kau juga lupa dengan hukum termodinamika?” semprot Tofi pada adiknya yang jelas tak mengira mendapat sambutan geram kakaknya.



Arang kita terbuat dari batang pohon putih yang lambat menghantar panas sehingga ketika kita berjalan agak cepat, panas yang kena kakimu itu tidak banyak. Kau juga tahu kan kalau darah yang mengalir di telapak kaki mampu menyerap panas yang diberikan arang itu? Mau berapa kali lagi aku ulangi? Seribu kali biar kau mengerti!”


”Tapi Joseph Black sendiri tidak pernah membuktikan hukumnya dengan berjalan di atas bara api. Bagaimana aku bisa tahu hukum termodinamikanya benar?”


”Jadi kau menuduh Joseph Black pembohong? Itu maksudmu?” Tofi semakin berang.


”Kalau dia saja takut, masa aku disalahin gara-gara takut juga? Dengan nada manja Marchia melengkingkan suaranya.


”James Watt membuat mesin uap dengan hukum termodinamika itu, kalau kau butuh bukti,” Tofi mengerutkan alisnya dengan wajah yang sangat jengkel.


“Ughhh...kenapa kita tidak perform yang gampang saja sih,” keluh Marchia masih tak mau mengalah, dia menggesek-gesek sandal selopnya di lantai yang berdebu.


“Ya ampun kalau semua ilmuwan sepertimu, kurasa kita masih hidup dengan alat-alat terbuat dari batu,” dengus Tofi.


Segera saja William menarik Tofi agak menjauh dari adiknya dan mengambil alih keadaan, "Chia, kau tahu kan tadi sudah kalah total dan sekarang hampir dieliminasi? Kita butuh penampilan yang fenomenal untuk kembali mendongkrak skor! Hanya itu yang bisa menyelamatkan kita!""


Marchia mengangguk lemah, sementara Tofi semakin sebal dengan kemanjaan adiknya yang selalu kumat justru di saat-saat kritis. Ia menendangi tirai pekat di hadapannya sambil berpikir kenapa ada orang yang bisa bersabar menghadapi anak manja tak karuan seperti Marchia.


"Chia, hanya di balik tirai ini, kesempatanmu untuk membuat papamu bangga."


Marchia mengernyit tak mengerti maksud dari perkataan Billy.

"Apa kau tidak bisa membayangkan tepuk tangan yang meriah yang ditujukan untukmu nanti?" Billy diam dan menatap Chia lekat-lekat kemudian mendongakkan kepalanya lagi sambil berimajinasi, "Apa kau tidak mendengarnya? Aku telah mendengarnya Chia. Aku juga mendengar bahwa Profesor Yomosi berkata dia begitu bangga melihat putrinya berani melakukan pertunjukan yang spektakuler!" Billy begitu menghayati perkataannya, bahkan menambahkannya dengan penuh improvisasi dan gerakan tangan bak seorang pemain teater.


"Pertunjukan fenomenal yang hanya dapat dilakukan oleh ilmuwan sejati dan saat itulah seorang ayah tak pernah meragukan lagi bahwa ternyata putri mungilnya sudah beranjak dewasa. Kau tahu sebagai ayah, dia akan begitu bangga telah berhasil mendidikmu dengan baik."


Mendengar hal itu mata Marchia berkaca-kaca. Di dunia ini, tak ada yang tak akan dia lakukan untuk membuat ayahnya bangga. Kali ini tanpa ragu dia memantapkan langkahnya sambil menghapus tetesan air mata dari kelopak matanya.


(Yohanes Suryo, Tofi (Perburuan Bintang Sirius), 2012: 540-542)

 

Berdasarkan penggalan teks novel tersebut, bagaimanakah karakter salah satu tokoh dalam penggalan novel tersebut?

  1. Marchia seorang yang pesimis, tetapi mudah bergaul
  2. Billy seorang teman yang bisa memotivasi orang lain.
  3. Tofi seorang yang mudah marah pada semua orang.
  4. Rahul mempunyai sifat curang, tetapi peduli pada teman.
  5. Profesor Yomosi sangat bangga pada anak kecilnya.

"Apa kau tidak bisa membayangkan tepuk tangan yang meriah yang ditujukan untukmu nanti?" Billy diam dan menatap Chia lekat-lekat kemudian mendongakkan kepalanya lagi sambil berimajinasi, "Apa kau tidak mendengarnya? Aku telah mendengarnya Chia. Aku juga mendengar bahwa Profesor Yomosi berkata dia begitu bangga melihat putrinya berani melakukan pertunjukan yang spektakuler!" Billy begitu menghayati perkataannya, bahkan menambahkannya dengan penuh improvisasi dan gerakan tangan bak seorang pemain teater.


"Pertunjukan fenomenal yang hanya dapat dilakukan oleh ilmuwan sejati dan saat itulah seorang ayah tak pernah meragukan lagi bahwa ternyata putri mungilnya sudah beranjak dewasa. Kau tahu sebagai ayah, dia akan begitu bangga telah berhasil mendidikmu dengan baik."


Mendengar hal itu mata Marchia berkaca-kaca. Di dunia ini, tak ada yang tak akan dia lakukan untuk membuat ayahnya bangga. Kali ini tanpa ragu dia memantapkan langkahnya sambil menghapus tetesan air mata dari kelopak matanya.


(Yohanes Suryo, Tofi (Perburuan Bintang Sirius), 2012: 540-542)

 

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

RINA ISTIANAWATI, S.Pd.,M.Pd.

- Kepala Sekolah -

Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum wr. wb Salam sehat, bahagia dan sejahtera untuk semuanya..   Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas...

Berlangganan
Banner